Bugis merupakan etnis yang berasal dari Sulawesi-Selatan.
Ciri utama yang paling menonjol dari etnis ini adalah bahasa dan
adat-istiadatnya, sehingga para pendatang Melayu dan Minangkabau yang merantau
ke Sulawesi sejak abad ke-15 sebagai tenaga administrasi dan pedagang di
Kerajaan Gowa dan telah terakulturasi sebagai orang Bugis. Berdasarkan
data sensus penduduk Indonesia tahun 2000, populasi orang Bugis sekitar 6 juta
jiwa. Kini etnis ini menyebar di berbagai provinsi Indonesia, seperti Sulawesi
Tenggara, Sulawesi Tengah, Papua, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan
Kalimantan Selatan. Orang Bugis juga banyak tersebar di berbagai mancanegara
misalnya di Singapura, Malaysia, dan Afrika Selatan.
1.
Suku Bugis di Singapura
Ketika Johor dan
laskar bayaran dari Bugis berhasil menaklukkan Jambi, Raja Johor justru ingkar
janji. Orang-orang Bugis pun marah, sehingga mereka secara membabi buta melawan
Kerajaan Johor. Maka runtuhlah Kerajaan Johor (yang pada saat itu juga
menguasai Riau dan Singapura) dan terpisah dari Kerajaan Lingga (Riau). Kedua
kerajaan itu pun takluk pada orang-orang Bugis, sehingga jadilah raja-raja
mereka turun tahta, dan digantikan oleh raja dan sultan-sultan Bugis, turun
temurun sampai sekarang.
Menurut sejarah, 9 dari 13 kerajaan dan kesultanan di Malaysia
adalah keturunan raja-raja Bugis, termasuk kerajaan terbesarnya yaitu Selangor,
hingga Yang Dipertuan Agung (Raja Malaysia), yang dijabat secara bergantian
oleh raja-raja dari negara-negara bagian di Malaysia.
Kejayaan Bugis yang berbaur sebagai orang Melayu itu pun,
berpengaruh sampai ke Singapura. Ketika Singapura jatuh ke tangan Inggris,
orang-orang Bugis sudah melakukan perdagangan di Singapura bersama etnis China
dan Eropa. Namun tidak sedikit juga yang dijadikan laskar bayaran, yang dihasut
oleh Inggris untuk membunuh etnis lain.
Di kawasan Kallang, menurut sejarah Singapura, orang-orang Bugis
pernah melakukan pembunuhan massal terhadap orang-orang Jawa yang juga adalah
pendatang di sana. Lebih dari 20.000 orang Jawa konon di bunuh, karena hasutan
orang-orang Inggris. Hingga kini kawasan Kallang masih ada, bahkan sudah
berkembang pesat di Singapura. Namun, Kampung Bugis di kawasan itu masih tetap
ada, bahkan diabadikan sebagai nama jalan ‘Kampong Bugis Street’.
Jauh dari Kallang, terdapat distrik Bugis, yang merupakan salah
satu kawasan perdagangan terkenal di Singapura. Di kawasan Bugis berdiri pusat
perbelanjaan terkenal seperti Bugis Village, Bugis Junction, Bugis Square, dan
Arab Street. Di kawasan ini juga terdapat masjid terbesar di Singapura, ‘Sultan
Mosque’, yang merupakan masjid peninggalan pengusaha-pengusaha Bugis di jaman
itu.
Konon untuk membangun masjid itu, orang-orang Bugis mengumpulkan
uang dan emas, bahkan mereka menjual tanahnya di kawasan Geylang, yang dulunya
sebagian besar adalah milik orang-orang Bugis. Dari kampung-kampung Bugis ini
lahir saudagar- saudagar kaya, yang kemudian berfungsi sebagai penyedia modal
untuk para nelayan dan pedagang-pedagang yang mengarungi laut nusantara.
Saudagar tidak menerapkan sistem upah, tapi sistem bagi hasil kepada anak
buahnya (diatur dalam kesepakatan saudagar di bawah pimpinan Amanna Gappa).
Bandar Singapura adalah tempat berkembangnya saudagar- saudagar Bugis dan
melakukan temu niaga dengan saudagar-saudagar China, Saudagar India, dan Arab.
Portugis yang mencari jalan ke timur, kemudian menaklukan Malaka, memotong
jalan dagang Saudagar India dan Arab, mencoba menerobos ke Jawa dan mendirikan
loji di Sunda Kelapa, memby-pass Singapura. Mulailah sejarah penetrasi Eropa ke
Asia Tenggara sebagai wilayah penghasil perikanan dan rempah-rempah. Hubungan
antara Saudagar Bugis dan Saudagar Arab dan India Mulai terputus, transaksi
saudagar Bugis mulai menurun dan perlahan-lahan didikte oleh pedagang Barat.
Kampung-kampung Bugis di bawah kepeloporan saudagarnya
memelihara adat istiadat Bugisnya terutama yang sejalan dengan ajaran tauhid
Islam, Bahasa dan aksaranya mereka pelihara, adat istiadat dalam pergaulan
mereka pelihara, satu sifat yang dipegang teguh adalah budaya Siri. Berpangkal dari budaya siri ini,
mereka mengekspresikan dirinya, memperkenalkan dirinya sebagai turunan Bugis.
Bangunan rumah tempat tinggal, terutama bentuk atapnya dipertahankan. Tata cara
perkawinan dilestarikan, kegemaran pada perhiasan emas terkhusus bagi perempuan dipertahankan,
dan niat menunaikan ibadah haji dijadikan alasan untuk bekerja keras mencari
nafkah. Sebelum tahun 1950-an, sebelum
kedatangan Inggris , dulu ada sebuah kanal/terusan besar yang mengalir melalui daerah Bugis , dimana para pelayar dari Sulawesi Selatan bisa berlayar sampai perahu mereka bersandar dan berdagang dengan pedagang
Singapura.
Itu adalah orang-orang setelah jalan itu diberi nama The Bugis atau Bugis, juga menempatkan keterampilan berlayar mereka untuk jinak
menggunakan lebih sedikit dan memperoleh reputasi di daerah sebagai suatu ras
bajak laut haus darah.
Agustus 2005 dan seterusnya dengan tanda bertahtakan dop besar
di malam hari, sebenarnya dikembangkan dari New Bugis Street , yang kedua yang
telah dibuat setelah seluruh daerah itu dibangun kembali pada pertengahan
1980-an. Baru ‘Bugis Street’ adalah sebuah labirin jalur dilapisi dengan kios
yang menjual Pasar Malam barang. Ini membentang dari pintu masuk di sepanjang Victoria
Street menghadapi asli Bugis Street dan Bugis Junction ke pintu masuk lainnya
di sepanjang Queen Street menghadap pintu masuk ke Albert Street.
Saat ini, Kampung Bugis ini mengalami pasang surut.
Kampung-kampung Bugis ini banyak yang tinggal nama. Penduduk di Kampung itu
sudah berganti, perkampungan baru tidak lagi diberi nama Kampung Bugis, kecuali
di Singapura ada real estate di Bugis Street menggunakan nama Bugis Junction.
Negara Singapura tetap mengenang jasa-jasa saudagar Bugis, antara lain dengan
tetap menggunakan gambar perahu Phinisi/Palari pada mata uang kertasnya. Bugis
Street asli sekarang menjadi relatif, lebar jalan berbatu diapit bangunan dari
Bugis Junction pertokoan. Di sisi lain, jalan saat ini disebut- sebut sebagai
“Bugis Street” oleh Singapore Tourist Promotion Board sebenarnya dikembangkan
dari New Bugis Street, dan adalah tagihan sebagai “jalan-lokasi perbelanjaan
terbesar di Singapura”.
Namun dari sekian banyak etnis yang membentuk orang orang Melayu
Singapura, tampaknya Bugis- lah yang paling besar pengaruhnya, sehingga
diabadikan sebagai nama sebuah distrik terpenting di negara pulau itu. Tidak
hanya nama ‘Bugis’, kawasan lain yang juga diambil dari Bugis adalah Sengkang.
Di Singapura terdapat distrik Sengkang, yang diambil dari nama kota di Sulawesi
Selatan, ibukota Kabupaten Wajo, yang merupakan salah satu daerah asal
perantau-perantau Bugis di Tanah Melayu. Kawasan Sengkang, kini sudah menjadi
bagian dari modernisasi Singapura. Di Sengkang, berdiri Markas Besar kepolisian
Singapura, kantor kantor pemerintahan, sekolah, hingga kawasan bisnis dan pusat
perbelanjaan. Jika ada waktu ke Singapura, silahkan datang ke Bugis dan
Sengkang. Kawasan landmark, bukti kejayaan orang-orang Bugis khususnya, dan
Indonesia pada umumnya di Negara Jiran, Singapura.
2.
Suku
Bugis di Malaysia
Sebaik sahaja Raja Bugis menerima utusan dari Raja Sulaiman,
angkatan tentera Bugis terus datang dengan 7 buah kapal perang menuju ke Riau.
Raja Kechil telah ditumpaskan di Riau dan melarikan diri ke Lingga dalam tahun
Hijrah 1134. Sebagai balasan, Raja Sulaiman telah menyetujui permintaan
Raja Bugis dimana mereka mau supaya raja-raja Bugis dilantik sebagai
Yamtuan Besar atau Yang Di-Pertuan Muda, untuk memerintah Johor, Riau dan
Lingga secara bersama jika semuanya dapat ditawan.
Setelah Bugis berjaya menawan Riau, Raja Sulaiman kemudian pulang
ke Pahang, dimana raja Bugis juga pergi ke Selangor untuk mengumpulkan bala
tentera dan senjata untuk terus menyerang Raja Kechil. Semasa peninggalan
tersebut, Raja Kechil telah menawan semula Riau semasa raja Bugis masih berada
di Selangor.
Setelah mengetahui Riau telah ditawan oleh Raja Kechil, Bugis
terus kembali dengan 30 buah kapal perang untuk menebus semula Riau, pada saat
dalam perjalanan menuju ke Riau, mereka telah menawan Lingga (sebuah daerah di
Negeri Sembilan) yang dikuasai oleh Raja Kechil. Setelah Raja Kechil tahu akan
penawanan itu, baginda kemudian datang ke Lingga untuk memberikan balasan.
Pihak Bugis telah terpecah dimana 20 buah dari kapal perangnya
meneruskan perjalanan menuju ke Riau dan diketuai oleh 3 orang dari mereka.
Raja Sulaiman telah datang dari Pahang dan turut serta memberi bantuan untuk
menawan semula Riau. Dalam peperangan ini mereka telah berhasil menawan kembali
Riau dimana selanjutnya Raja Sulaiman dan Bugis telah mendirikan kerajaan
bersama.
Setelah mengetahui penawanan Riau tersebut, Raja Kechil kembali ke
Siak karena baginda juga telah gagal menawan semula Linggi dari tangan Bugis.
Hingga kini Linggi telah didiami turun-temurun oleh keturunan Bugis dan bukan
lagi dari daerah Minangkabau.
Pada tahun 1729, Bugis sekali lagi menyerang Raja Kechil di Siak
dimasa Raja Kechil ingin memindahkan alat kebesaran Di Raja Johor (Sebuah
Meriam) ke Siak. Setelah mengambil semula kebesaran Di Raja tersebut, Raja
Sulaiman kemudian dinobatkan sebagai Sultan Johor dengan membawa gelaran Sultan Sulaiman Badrul Alam Shah yang memerintah Johor, Pahang, Riau,
and Linggi.
Sultan Sulaiman telah melantik Daeng Marewah sebagai Yamtuan Muda Riau. Kemudian adik perempuannya Tengku Tengah pula dikawinkan dengan Daeng Parani yang
mana telah mangkat di Kedah semasa menyerang Raja Kechil disana. Seorang
lagi adik Sultan Sulaiman Tengku Mandak dikawinkan dengan Daeng Chelak (1722-1760) yang dilantik
sebagai Yamtuan Muda II Riau 1730-an. Kemudian anak Daeng Parani, Daeng
Kemboja dilantik menjadi Yamtuan Muda III Riau (yang juga memerintah Linggi di Negeri
Sembilan).
Anak Daeng Chelak, Raja Haji dilantik sebagai Yamtuan Muda IV Riau dimana baginda telah hampir dapat
menawan Malaka dari tangan Belanda dalam tahun 1784 tetapi akhirnya baginda
mangkat setelah ditembak dengan peluru Lela oleh Belanda di Teluk Ketapang, Malaka.
Baginda telah dikenali sebagai Al-Marhum Teluk Ketapang.
Dalam tahun 1730an, seorang Bugis bernama Daeng Mateko yang berbaik dengan Raja Siak mengacau
ketenteraman Selangor.
Ini menjadikan Daeng Chelak datang ke Kuala Selangor dengan
angkatan perang dari Riau. Daeng Mateko dapat dikalahkan kemudiannya beliau
lari ke Siak. Dari semenjak itulah daeng Chelak sentiasa pulang-balik dari Riau
ke Kuala Selangor. Lalu menikah dengan Daeng Masik Arang Pala kemudian
dibawa ke Riau.
Ketika Daeng Chelak berada di Kuala Selangor penduduk Kuala
Selangor memohon kepada beliau supaya terus menetap di situ saja. Walau
bagaimana pun Daeng Chelak telah menamakan salah seorang daripada puteranya yaitu Raja Lumu datang
ke Kuala Selangor. Waktu inilah datang rombongan anak buahnya dari Riau
memanggil Daeng Chelak pulang ke Riau dan mangkat dalam tahun 1745.
Di bawah ini merupakan beberapa keturunan yang pernah memimpin :
3.
Suku Bugis di Afrika Selatan
Dari
manakah sebenarnya asal usul orang
Bugis Makassar yang kini bermukim di Afrika Selatan? Dari Malaysia
atau dari Sulawesi? Pertanyaan itulah yang dibawa Duta Besar Afrika Selatan
untuk Indonesia, Graffits Memela
ketika bertemu Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo dalam kunjungannya
ke Sulsel, Senin (12/5) malam. Sebab, menurut Graffits, selama ini ada anggapan
bahwa orang Bugis di
negaranya berasal dari Male (Malaysia).
Sementara
itu, pemerintah Sulsel menyatakan orang
Bugis di Afrika itu berasal dari Sulsel, Mana yang benar? Begitu
kira-kira pertanyaan yang dilontarkan Graffits kepada Syahrul Limpo dalam
pertemuan silaturahmi kedua pejabat di rumah jabatan Gubernur Syahrul.
Menjawab
keraguan Graffits itu, Syahrul yang baru sebulan dilantik sebagai Gubernur
Sulsel (pada periode 2008-2013) menegaskan bahwa orang Bugis di Afrika Selatan adalah keturunan
Syekh Yusuf, ulama dan pejuang yang berasal dari Sulawesi Selatan yang dibuang
pemerintah Belanda ke negara itu pada abad ke-16.
"Syekh Yusuf adalah keturunan Raja Gowa (Sulsel) yang diasingkan
pemerintah Belanda ke Afrika yang kemudian mengajarkan agama Islam sekaligus
berjuang membela Afrika dari penindasan penjajah di negara tersebut,” katanya.
Lalu, dari hasil perkawinan pengikut Syekh Yusuf inilah berkembang keturunan
orang Bugis Makassar hingga saat ini di Afrika.
Bahkan, tambah Syahrul, Kuburan ulama kharismatik
dan pejuang dari Gowa itu ada di Afrika dan
di kabupaten Gowa, Sulsel. Ini membuktikan bahwa hubungan darah antara rakyat
Afrika dan Indonesia khususnya Gowa sudah menyatu sehingga perlu dijalin
kerjasama budaya dan pendidikan di negara itu.
Kerja
sama pembangunan Rumah Adt Balla' Lompoa
Miniatur rumah adat Gowa atau Balla Lompoa menurut rencana akan dibangun di
Afrika Selatan, kata Duta Besar Afrika Selatan untuk Indonesia Noel N. Lehoko
di Makassar, Rabu (23/2). Pada pertemuannya dengan Wakil Gubernur Sulsel Agus
Arifin Nu'mang (periode 2008-2013) di Makassar, ia mengungkapkan bahwa rencana
pembangunan miniatur rumah adat
sulsel diafrika tersebut nantinya akan semakin memperkuat ikatan
kebudayaan antara kedua wilayah.
Tujuan ke sini adalah untuk
menyambung kerja sama yang telah dilakukan dan memperbaharui nota kesepahaman
kerja sama yang telah berakhir katanya.
Hubungan Afrika Selatan dan
Sulsel telah berlangsung 300 tahun, hubungan ini sangat erat, bahkan
sebelumnya ada makam Syeh Yusuf di Afrika Selatan dan telah dipindahkan ke
Sulsel, jelasnya. Wakil Gubernur Sulsel Agus Arifin Nu'mang mengatakan, pada
kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Afrika Selatan dibicarakan
mengenai rencana akan dibangunnya semacam miniatur Balla Lompoa yang akan
dijadikan perpustakaan di Cape Town.
Dubes sampaikan juga instruksi
mengenai rencana tersebut dari pemerintah pusat dan kami siapkan minatur Balla Lompoa, tinggal kesiapan
pemerintah di sana," jelasnya.
Selain itu, lanjutnya, ada empat
fokus kerja sama yang akan dikembangkan yaitu pendidikan, kebudayaan,
perdagangan dan pariwisata. "Selama ini baru kunjungan bilateral baru
penjajakan dari bisnis ke bisnis, makanya mereka akan ke Kadin juga," ujarnya.
Salah satu peluang kerja sama
pariwisata yang mungkin untuk dilakukan adalah paket umrah plus seperti ke
Kairo dan Palestina. "Kenapa tidak ada kunjungan ke Afrika Selatan,"
ujarnya.
Untuk bidang pendidikan, Afrika Selatan juga bisa menjadi
pilihan untuk meraih gelar doktor terutama bidang tambang. "Afrika Selatan
dengan negara sekitarnya adalah daerah yang memiliki tingkat perekonomian
tinggi, jadi sangat terbuka untuk Sulsel masuk, apalagi ada hubungan kultural.
No comments:
Post a Comment