MAKALAH
POLA TRANSAKSI BANK SYARIAH
Dosen Pengampu : Sugeng Widodo,
SE,. MM.

OLEH :
BASO WAHYU HEFRI
(13140010)
ISLAMIC BANKING SCHOOL
SEKOLAH TINGGI EKONOMI ISLAM YOGYAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Perbankan syariah atau perbankan
Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah
Islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama Islam
untuk memungut atau meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta
larangan untuk melakukan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (
misal usaha perjudian) dimana hal ini tidak dapat dijamin dalam sistem
perbankan konvensional.
Adapun Bank syariah adalah bank
yang dalam menjalankan operasinya dengan sistem hukum islam (syariah).
Fungsinya sama dengan bank konvensional yaitu menerima simpanan uang,
meminjamkan uang dan jasa keuangan lainnya, tetapi yang membedakan adalah cara
operasi, produk, kesepakatan, dan sistemnya.
Berkembangnya bank-bank syariah di
Indonesia dimulai sejak awal tahun 1990-an. Di Indonesia pelopor perbankan
syariah adalah Bank Muamalah Indonesia. Berdiri tahun 1992, bank ini
diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukunagan
dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim.
Saat ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang
No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan.
Adanya perbankan syariah di
Indonesia dipelopori oleh berdirinya Bank Muamalat Indonesia dengan tujuan
mengakomodir berbagai aspirasi dan pendapat di masyarakat terutama masyarakat
Islam yang banyak berpendapat bahwa bunga bank itu haram karena termasuk riba
dan juga untuk mengambil prinsip kehati-hatian. Apabila dilihat dari segi
ekonomi dan nilai bisnis, ini merupakan terobosan besar karena penduduk
Indonesia 80% beragama islam, tentunya ini bisnis yang sangat potensial.
Meskipun sebagian orang islam berpendapat bahwa bunga bank itu bukan riba
tetapi faedah, karena bunga yang diberikan atau diambil oleh bank berjumlah
kecil jadi tidak akan saling dirugikan atau didzolimi, tetapi tetap saja bagi
umat islam berdirinya bank-bank syariah adalah sebuah kemajuan besar.
Meskipun bank syariah telah berdiri
sejak awal tahun 1990-an, namun keberadaanya masih kurang diminati masyarakat
pada umumnya. Hal ini mungkin berkaitan dengan kurangnya pemahaman masyarakat
terhadap produk atau jasa yang ditawarkan dari bank-bank syariah tersebut dan
atau kurangnya sosialisasi dari produk dan jasa tersebut. Padahal dalam
kaitannya dengan produk dan jasa, ada perbedaan yang menyolok antara
prinsip-prinsip pada produk dan jasa bank syariah dengan prinsip dalam produk
dan jasa bank konvensional. Makalah ini akan mencoba membahas mengenai produk
dan jasa bank syariah.
BAB
II
PEMBAHASAN
I.
Prinsip Dasar Perbankan Syariah
Ada
prinsip-prinsip dalam bank syariah yang membedakannya dengan bank konvensional,
antara lain :
1.
Prinsip Titipan atau Simpanan
(Al-wadi’ah)
Al-wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan murni
dari satu pihak ke pihak yang lain, baik individu maupun badan hukum, yang
harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendakinya. Aplikasinya
dalam produk perbankan, di mana bank sebagai penerima simpanan dapat
memanfaatkan prinsip ini yang dalam bank konvensional dikenal dengan produk
giro. Sebagai konsekuensi, semua keuntungan yang dihasilkan dari dana titipan
tersebut menjadi milik bank (demikian pula sebaliknya). Sebagai imbalan, si
penyimpan mendapat jaminan keamanan terhadap hartanya, dan juga fasilitas-fasilitas
giro lain. Dalam dunia perbankan yang semakin kompetitif, insentif atau bonus
dapat diberikan dan hal ini menjadi kebijakan dari bank bersangkutan. Hal ini
dilakukan dalam upaya merangsang semangat masyarakat dalam menabung dan
sekaligus sebagai indikator kesehatan bank.
2.
Prinsip Bagi Hasil (Profit Sharing)
Pada dasarnya prinsip ini terbagi atas :
a.
Al-Mudharabah
Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerja sama
usaha antara dua pihak,di mana pihak pertama menyediakan seluruh modal,
sedangkan pihak lain menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah
dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila
rugi, ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat
kelalaian di pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan
atau kelalaian si pengelola, maka pengelola harus bertanggung jawab atas
kerugian tersebut. Pola transaksi mudharabah, biasanya diterapkan pada
produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana,
al-mudharabah diterapkan pada: tabungan dan deposito. Sedangkan pada sisi
pembiayaan, al-mudharabah, diterapkan untuk: pembiayaan modal kerja.
b.
Al-Musyarakah
Dalam sistem ini terjadi kerja sama antara dua pihak
atau lebih untuk suatu usaha tertentu. Para pihak yang bekerja sama memberikan
kontribusi modal. Keuntungan ataupun risiko usaha tersebut akan ditanggung
bersama sesuai dengan kesepakatan. Dalam sistem ini, terkandung apa yang biasa
disebut di bank konvensional sebagai sarana pembiayaan. Secara konkret, bila
Anda memiliki usaha dan ingin mendapatkan tambahan modal, Anda bisa menggunakan
produk al-musyarakah ini. Inti dari pola ini adalah, bank syariah dan Anda
secara bersama-sama memberikan kontribusi modal yang kemudian digunakan untuk
menjalankan usaha. Porsi bank syariah akan diberlakukan sebagai penyertaan
dengan pembagian keuntungan yang disepakati bersama. Dalam bank konvensional,
pembiayaan seperti ini mirip dengan kredit modal kerja.
3.
Prinsip Al-Murabahah
Dalam sistim ini, terjadi jual beli suatu barang
pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang nilainya disepakati kedua belah
pihak. Penjual dalam hal ini harus memberi tahu harga produk yang ia beli dan
menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahan. Misalkan Anda membutuhkan
kredit untuk pembelian mobil. Dalam bank konvensional Anda akan dikenakan bunga
dan Anda diharuskan membayar cicilan bulanan selama waktu tertentu. Di sektor
perbankan, suku bunga yang berlaku mungkin saja berubah. Dalam sistem bank
syariah, tentu saja produk seperti ini juga tersedia. Namun bentuknya bukan
kredit, melainkan menggunakan prinsip jual-beli, yang diistilahkan dengan
Murabahah. Dalam hal ini, bank syariah akan membeli mobil yang Anda inginkan
terlebih dahulu, kemudian menjualnya lagi kepada Anda. Tapi, karena bank
syariah menalanginya dulu, maka pada saat menjual kepada Anda, harganya sedikit
lebih mahal, sebagai bentuk keuntungan buat bank syariah. Karena bentuk
keuntungan bank syariah sudah disepakati di depan, maka nilai cicilan yang
harus Anda bayarkan relative lebih tetap.
II.
Produk-Produk Perbankan Syariah
Secara garis
besar produk perbankan syariah terbagi atas produk penyaluran dana,
penghimpunan dana dan produk jasa. Adapun penjelasan lebih rinci adalah sebagai
berikut :
1.
Penghimpun Dana
Produk penghimpunan dana dibank syariah dapat berupa
giro, tabungan, dan deposito. Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam
penghimpunan dana masyarakat adalah wadi’ah dan mudharabah.
a.
Wadi’ah
Prinsip Wadi’ah yang diterapkan dalam Perbankan
syariah adalah Wadiah Yad Dhamanah yang diterapkan pada produk rekening giro.
Dalam konsep Wadi’ah Yad Dhamanah, Bank dapat mempergunakan dana yang
dititipkan, akan tetapi bank bertanggung jawab penuh atas keutuhan dari dana
yang dititipkan.
b.
Mudharabah
·
Mudarabah Mutlaqah
Mudarabah
Mutlaqah adalah Mudarabah yang tidak disertai dengan pembatasan penggunaan dana
dari Sahibul Mal.
·
Mudarabah Muqayadah on Balance Sheet
Mudarabah
Muqayadah on Balance Sheet adalah Aqad Mudarabah yang disertai dengan
pembatasan penggunaan dana dari Sahibul Mal untuk investasi-investasi tertentu.
·
Mudarabah of Balance Sheet
Dalam
Mudarabah of Balance Sheet, Bank bertindak sebagai arranger, yang mempertemukan
nasabah pemilih modal dan nasabah yang akan menjadi mudharib.
c.
Wakalah
Wakalah dalam praktek perbankan syariah dilakukan
apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan
pekerjaan jasa tertentu, seperti inkaso dan transfer uang.
2.
Penyaluran Dana
Dalam menyalurkan dana kepada nasabah, secara garis
besar produk pembiayaan syariah terbagi kedalam tiga kategori yang dibedakan
berdasarkan tujuan penggunaan yaitu :
-
Transaksi pembiayaan yang ditujukan
untuk memiliki barang yang dilakukan dengan prinsip jual beli.
-
Transaksi pembiayaan yang ditujukan
untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip sewa.
-
Transaksi pembiayaan untuk usaha kerja
sama yang dituju guna mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip
bagi hasil
Pada kategori
pertama dan kedua, tingkat keuntungan bank ditentukan didepan dan menjadi
bagian harga atas barang atau jasa yang dijual. Produk yang termasuk dalam
kelompok ini adalah produk yang menggunakan prinsip jual beli seperti
murabahah, salam dan istishna serta produk yang menggunakan prinsip sewa atau
ijarah. Sedangkan kategori ketiga, tingkat keuntungan bank ditentukan dari
besarnya usaha sesuai dengan prinsip bagi hasil. Pada produk bagi hasil
keuntungan ditentukan oleh nisbah bagi hasil yang disepakati dimuka. Produk
perbankan yang termasuk kedalam kelompok ini adalah musyarakah dan mudhrabah.
a.
Prinsip jual beli (Ba’i)
Prinsip jual
beli diadakan sehubungan dengan diadakannya perpindahan kepemilikan barang atau
benda (transfer of property). Tingkat
keuntungan bank ditentukan didepan dan menjadi bagian harga atas barang yang
dijual. Transaksi jual beli dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan
waktu penyerahan barang seperti :
·
Pembiayaan Murabahah
Murabahah
adalah transaksi jual beli, dimana bank mendapat sejumlah keuntungan. Dalam hal
ini, bank menjadi penjual dan nasabah menjadi pembeli. Kedua pihak harus
menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan
dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama
berlakunya akad.
·
Salam
Salam
adalah transaksi jual beli, dimana barangnya belum ada, sehingga barang yang
menjadi objek transaksi tersebut diserahkan secara tangguh. Dalam transaksi
ini, bank menjadi pembeli dan nasabah menjadi penjual.
·
Istishna
Alur
trankasksi Istishna mirip dengan Salam, hanya saja dalam Istishna, Bank dapat
membayar harga pembelian dalam beberapa kali termin pembayaran. Skim istishna
dalam bank syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan
konstruksi.
b.
Prinsip Sewa (Ijarah)
Secara prinsip, Ijarah sama dengan transaksi jual
beli. Hanya saja yang menjadi objek dalam transaksi ini adalah dalam bentuk
manfaat. Pada akhir masa sewa dapat saja diperjanjian bahwa barang yang diambil
manfaatnya selama masa sewa akan dijual belikan antra Bank dan nasabah yang
menyewa (Ijarah muntahhiyah bittamlik/sewa yang diikuti dengan berpindahnya
kepemilikan)
c.
Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
Produk pembiayaan syariah yang didasarkan dengan
prinsip bagi hasil adalah :
·
Musyarakah
Musyarakah
adalah bentuk umum dari usaha bagi hasil. Dalam kerjasama ini para pihak secara
bersama-sama memadukan sumber daya baik yang berwujud ataupun tidak berwujud
untuk menjadi modal proyek kerjasama, dan secara bersama-sama pula mengelola
proyek kerjasama tersebut.
·
Mudarabah
Dalam
mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak sebagai
pemilik modal, dan bank sebagai mudharib (pengelola). Dana tersebut digunakan
Bank untuk melakukan pembiayaan murabahah atau ijarah seperti yang dijelaskan
terdahulu. Dapat pula dana tersebut digunakan oleh bank untuk melakukan
pembiayaan mudharabah. Hasil usaha ini akan dibagi hasilkan berdasarkan nisbah
yang disepakati.
d.
Akad Pelengkap
Untuk memudahkan pelaksanan pembiayaan, biasanya
diperlukan juga akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk
mencari keuntungan, namun ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan.
Meskipun tidak ditujukan mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini
dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan
akad ini. Besarnya biaya pengganti ini sekedar untuk menutupi biaya yang
benar-benar timbul.
·
Hiwalah (Alih Utang Piutang)
Hiwalah
adalah transaksi pengalihan utang piutang. Dalam praktek perbankan syariah,
fasilitas hiwalah lazimnya untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar
dapat melanjutkan produksinya, sedangkan bank mendapat ganti biaya atas jasa.
·
Rahn
Rahn,
dalam bahasa umum lebih dikenal dengan Gadai. Tujuan akad Rahn adalah untuk
memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan.
·
Qardh
Qardh
adalah pinjaman uang. Misalnya dalam hal seorang calon haji membutuhkan dana
pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan haji. Bank
memberikan pinjaman kepada nasabah calon haji tersebut dan si nasabah
melunasinya sebelum keberangkatan Hajinya.
·
Wakalah
Wakalah
dalam praktek Perbankan syariah terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada
bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti
pembukuan L/C, inkaso dan transfer uang.
·
Kafalah
Kafalah
dalam bahasa umum lebih dikenal dengan istilah Bank Garansi, yang ditujukan
untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat mensyaratkan
nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai Rahn. Bank
dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadi’ah. Bank mendapatkan
pengganti biaya atas jasa yang diberikan
3.
Jasa Perbankan
Bank syariah dapat melakukan pelayanan jasa
perbankan kepada para nasabahnya dengan mendapatkan imbalan berupa sewa atau
keuntungan. Jasa perbankan tersebut antara lain berupa :
a.
Sharf (Jual beli valuta asing)
Islam membolehkan jual beli valuta asing baik pada
mata uang yang sejenis maupun yang tidak sejenis tetapi dengan ketentuan jual
beli tersebut dilakukan dalam waktu yang sama (spot). Bank mengambil keuntungan
dari jual beli valuta asing ini.
b.
Ijarah (sewa)
Sebagaimana telah dijelaskan seperti diatas bahwa
secara prinsip ijarah ini sama dengan jual beli, hanya saja yang menjadi objek
adalah manfaatnya. Pada akhir masa sewanya dapat saja diperjanjian bahwa barang
yang diambil manfaatnya selama masa sewa akan dijual belikan antara bank dan
nasabah yang menyewa (Ijarah muntahhiyah bittamlik/sewa yang diikuti dengan
berpindahnya kepemilikan).
c.
Pengiriman uang (Transfer) antar bank dan
kliring
Jasa transfer dan kliring sudah biasa diindustri
perbankan. Jasa ini mempermudah transaksi yang dilakukan oleh pengguna (nasabah
maupun bukan dengan bank lain. Atas jasa ini, bank mengenakan biaya tertentu
sesuai ketentuan pihak bank sendiri
d.
Penggunaan ATM bersama dengan bank lain
Penggunaan ATM bersama dengan bank lain akan
memudahkan baik nasabah bank tersebut maupun nasabah bank lain dalam melakukan
transaksi-transaksi keuangan. Imbalan yang diterima bank biasanya berupa biaya
pertransaksi.
e.
Pembayaran dan pembelian beberapa produk
via bank.
Ketersedian layanan yang memudahkan nasabah dalam
berbagai kegiatan merupakan salah satu daya tarik bank. Saat ini, banyak bank
yang telah bekerja sama dengan pihak lain dalam memberikan kemudahan pembayaran
dan pembelian produk-produk tertentu, seperti pembayaran telepon, pajak,
listrik, biaya sekolah, pembelian voucher telepon pra bayar, premi asuransi dan
angsuran pinjaman / hutang. Dari transaksi ini, bank memperoleh keuntungan
berupa tambahan likuiditas semu dan fee tertentu sesuai kesepakatan bank dengan
pihak lain tersebut
III.
Perbedaan Produk Bank Syariah Dengan
Bank Konvensional
Perbedaan Bank Syariah sepintas bila dilihat secara
teknis, menabung di bank syariah dengan yang berlaku di bank konvensional
hampir tidak ada perbedaan. Hal ini karena, baik di bank syariah maupun bank
konvensional diharuskan mengikuti aturan teknis perbankan secara umum. Akan
tetapi bila diamati lebih dalam terdapat beberapa perbedaan mendasar di antara
keduanya.
·
Perbedaan pertama terletak pada akadnya
Pada bank syariah, semua transaksi harus berdasarkan
akad yang dibenarkan oleh syariah. Dengan demikian, semua transaksi itu harus
mengikuti kaidah dan aturan yang berlaku pada akad-akad muamalah syariah. Pada
bank konvensional, transaksi pembukaan rekening, baik giro, tabungan maupun
deposito, berdasarkan perjanjian titipan, namun prinsip titipan ini tidak
sesuai dengan aturan syariah, misalnya wadi’ah, karena dalam produk giro,
tabungan maupun deposito, menjanjikan imbalan dengan tingkat bunga tetap
terhadap uang yang disetor.
·
Perbedaan kedua terdapat pada imbalan
yang diberikan
Bank konvensional menggunakan konsep biaya (cost
concept) untuk menghitung keuntungan. Artinya, bunga yang dijanjikan di muka
kepada nasabah penabung merupakan ongkos atau biaya yang harus dibayar oleh
bank. Oleh karena itu bank harus “menjual” kepada nasabah lain (peminjam)
dengan biaya bunga yang lebih tinggi. Perbedaan antara keduanya disebut spread
yang menandakan apakah perusahaan tersebut untung atau rugi. Bila spread-nya
positif, di mana beban bunga yang dibebankan kepada peminjam lebih tinggi dari
bunga yang diberikan kepada penabung, maka dapat dikatakan bahwa bank
mendapatkan keuntungan. Sebaliknya juga benar. Sedangkan bank syariah menggunakan
pendekatan profit sharing, artinya dana yang diterima bank disalurkan kepada
pembiayaan. Keuntungan yang didapat dari pembiayaan tersebut dibagi dua, untuk
bank dan untuk nasabah, berdasarkan perjanjian pembagian keuntungan di muka.
·
Perbedaan ketiga adalah sasaran kredit/
pembiayaan
Para penabung di bank konvensional tidak sadar uang
yang ditabung dipinjamkan untuk berbagai bisnis, tanpa memandang halal-haram
bisnis tersebut. Sedangkan di bank syariah, penyaluran dan simpanan dari
masyarakat dibatasi oleh prinsip dasar, yaitu prinsip syariah Artinya bahwa
pemberian pinjaman tidak boleh ke bisnis yang haram seperti, perjudian, minuman
yang diharamkan, pornografi dan bisnis lain yang tidak sesuai dengan syariah.
BAB III
KESIMPULAN
Salah
satu kendala yang dihadapi dunia perbankan syariah adalah kurang dikenalnya
produk-produk perbankan syariah oleh masyarakat. Hal ini mungkin karena
kurangnya pengetahuan masyarakat tentang produk mapun jasa perbankan syariah
sehinga masyarakat enggan untuk memanfaatkannya.
Pada
dasarnya prinsip dasar pada produk-produk perbankan syariah adalah terbagi
kedalam prinsip simpanan yang biasa disebut dengan prinsip wadiah, prinsip bagi
hasil (profit sharing) yang terbagi
atas prinsip mudharabah dan murabahah.
Produk
perbankan syariah secara garis besar terdiri atas produk penghimpun dana,
produk penyaluran dana dan jasa perbankan.
Setidaknya
ada tiga karakteristik produk perbankan syariah yang membedakannya dengan
produk bank konvensional. Petama, adalah akadnya. Semua transaksi dalam
perbankan syariah harus dilandasi dengan akad. Kedua, adalah pada imbalan yang
diberikan. Pada perbankan syariah menggunakan prinsip bagi hasil bukan bunga.
Karakeristik ketiga adalah pada sasaran kredit atau pembiayaan. Pada perbankan syariah
pembiayaan harus pada kegiatan yang sesuai dengan syariat islam.
No comments:
Post a Comment